BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 06 Juni 2010

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara sahabat dengan semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik di antaranya dengan negara sahabat Malaysia, Thailand, Australia dan India.

1. Perjanjian RI dan Malaysia
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan
- Ditandatangai tanggal 27 oktober 1969
- Berlaku mulai 7 November 1969

2. Perjanjian Republik Indonesia dengan Thailand
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut andaman
- Ditandatangai tanggal 17 Desember 1971
- Berlaku mulai 7 April 1972

3. Perjanjian Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand
- Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara
- Ditandatangai tanggal 21 Desember 1971
- Berlaku mulai 16 Juli 1973

4. Perjanjian RI dengan Australia
- Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di depan pantai selatan Pulau Papua / Irian serta di depan Pantau Utara Irian / Papua
- Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
- Berlaku mulai 19 November 1973

5. Perjanjian RI dengan Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya)
- Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah wilayah Laut Timor dan Laut Arafuru
- Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
- Berlaku mulai 9 Oktober 1972

6. Perjanjian RI dengan India
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar
- Ditandatangai tanggal 8 Agustus 1974
- Berlaku mulai 8 Agustus 1974

Masalah dengan Singapura adalah mengenai penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yang telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengakibatkan dikeruknya jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.

Masalah perbatasan dengan Australia adalah penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor yang perlu dilakukan secara trilateral bersama Timor Leste. Sedangkan perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI- Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997.
Masalah di perbatasan kedua negara adalah sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan. Hal ini dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Di samping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
Selengkapnya...



Ilmuwan Yunani serukan kaji rokok elektronik



London– Beberapa ilmuwan Yunani baru-baru ini menyerukan kajian lebih lanjut mengenai keamanan rokok elektronik, dan mengatakan pengetahuan ilmiah mengenai benda itu “sangat terbatas”.

Rokok elektronik, atau yang dikenal dengan sebutan e-cigarette, pertama kali dibuat di China dan dijual kebanyakan melalui Internet.

Rokok itu adalah peralatan yang bertenaga baterei yang mengeluarkan “hembusan” atau asap nikotin yang tak berbahaya ke dalam paru-paru dan dimaksudkan untuk menggantikan rokok normal serta membantu perokok menghentikan kebiasaan mereka.

Produk tersebut menjadi pusat pergolakan hukum di Amerika Serikat antara pembuatnya dan Badan Obat dan Makanan AS (FDA), yang mengatur obat dan ingin menghentikan rokok elektronik diimpor ke AS.

FDA, yang melakukan penelitian mengenai rokok elektronik itu, telah menyampaikan keprihatinan mengenai keamanannya, dan beberapa tim dari Yunani serta Selandia Baru juga telah melakukan kajian mengenai rokok elektronik tersebut.


Tetapi penafsiran dari ketiga laporan itu beragam. Kajian Selandia Baru menyatakan rokok elektronik mesti disarankan karena lebih aman ketimbang rokok tembakau, dan studi Yunani berbicara mengenai sikap yang lebih netral.

“Keterangan terbatas yang diberikan di dalam ketiga laporan ini merupakan semua pengetahuan yang saat ini kami miliki mengenai e-cigarette,” tulis Andreas Flouris dan Dimitris Oikonomou, dari Institute of Human Performance and Rehabilitation di Yunani, di British Medical Journal.

“Ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa pergolakan antara FDA dan pembuat rokok elektronik telah berlangsung demikian sengit,” katanya.

Seorang hakim AS pekan lalu mengeluarkan putusan yang melarang pemerintah Presiden AS Barack Obama berusaha melarang import rokok elektronik, dan mengatakan tindakan itu adalah bagian dari “upaya agresif” oleh FDA untuk mengatur “produk tembakau untuk kesenangan”.

Tembakau adalah penyebab utama kematian yang dapat dicegah di dunia, dan menewaskan lebih dari 5 juta orang per tahun. Satu laporan oleh Yayasan Paru-Paru Dunia, Agustus lalu, menyatakan merokok dapat membunuh satu miliar orang pada abad ini jika kecenderungan itu berlanjut.

Flouris dan Oikonomou mengatakan meskipun “strategi merokok pilihan selalu disambut baik dalam upaya mengurangi ancaman terhadap kesehatan masyarakat” yang disebabkan oleh tembakau, keamanan juga penting.

“Analisis kimia yang lebih aktif diperlukan, lalu diikuti oleh penelitian luas yang melibatkan kajian terhadap hewan dan, akhirnya, percobaan klinik pada manusia,
” By Indah Septiyaning on 23 Januari 2010
Selengkapnya...

Natal : Antara Lukisan, Pelukis dan Piguranya
Moral seorang Pelukis alami. la belum kenal teori lukis macam-macam. Lukisannya natural, indah. Hampir semua teman di desanya tertarik pada lukisannya. Pemandangan alam, dunia binatang dan juga manusia dengan berbagai kegiatannya. Orang dapat tenggelam menatap lukisannya. Dayatarik lukisannya penuh misteri, seakan penuh mistik. Berdaya-pikat. Semua bertanya-tanya, apa rahasia mistik di balik lukisannya. Orang bilang: di balik lukisannya yang indah menarik, ada pribadi pelukis yang lebih indah lagi. Itu sumber pesonanya. Lalu Moral pergi ke kota, untuk menimba ilmu, kost dengan seorang pelukis lain. la mulai mengenal ilmu dan teori melukis canggih. Warna-warna berani mulai muncul di goresan kuasnya. Seolah kosmetik tipis melengkapi penampilan seorang gadis. Semakin banyak orang terpukau dan mengoleksi lukisannya. Sejalan dengan itu mistik pribadi pelukisnya semakin dikenal. Sebegitu Jauh, beres. Tetapi kemudian, ia semakin berani mengekspos warna-warni cerah, mengadakan pameran dimana-mana, menggandeng sponsor dan pemodal. Agak sembarangan dalam memilih partner karena hanya melihat kemampuan keuangan. Sanjungan kawan dan pedagang memancing Moral untuk semakin banyak menghasilkan lukisan, menambah frekuensi pameran. Kini lukisannya dibingkai dengan pigura yang mahal-mahal. Lukisannya semakin laris. Namun, orang lebih memburu lukisannya dan tidak peduli pada mistik pribadinya. Ellina kelamaan Moral pun jatuh cinta kepada kesuksesan dan dan harga lukisannya sendiri. Lupa pada jatidirinya.
Agama, khususnya Gereja sering bertindak seperti pelukis ini. Terpukau pada pigura dan harga lukisannya, ‘seperti waktu Natal’, dan hampir lupa pada jatidirinya; sehingga orang malah melupakan agama/Gereja juga.
Sebenarnya, sejak Gereja Perdana, paguyuban murid Yesus Kristus di abad pertama Masehi itu berkumpul karena mereka beriman, bahwa Yesus adalah Tuhan. Iman itu bertumpu pada kepercayaan mereka akan Kebangkitan Sang Tersalib. Maka dari itu, pada awal Gereja (dan secara resmi seterusnya) pesta terbesar umat kristiani adalah Paskah, Hari Kebangkitan Yesus. Itu pula sebabnya mengapa hari minggu dirayakan khusus: hari pertama dalam minggu itu diyakini sebagai hari Kebangkitan Tuhan. Sekarang ini, salah kaprah. Natal menjadi pesta paling populer, tetapi dalam arti paling gemerlapan. Penuh pernak-pernik.

Pernak-pernik Bingkai dan Kosmetik Natal
Apa yang kita bayangkan kalau mendengar bahwa gelandangan Ponirah melahirkan? Pakaian kusut, mata cekung, keringat, bau amis, gubuk gelap dan sempit, atap tiris, popok jorok. Menurut ceritanya, Maria dan Yosef seperti itu. Sekarangpun di sekitar Betlehem dan Yerusalem, radius 10 km dari Hotel David yang berbintang lima, masih banyak gelandangan yang tinggal di gua-gua atau di bawah tenda-tenda dikelilingi domba dan keledai. Yesus diyakini lahir di lingkungan semacam itu. Iman ini yang diperingati orang kristiani tanggal 25 Desember.
Namun apa yang pertama-tama kita bayangkan kalau mendengar kata “Natal”? Pasar Baru yang gemerlap, guntingan kertas emas, pohon terang yang mahal dengan “saljunya” di sana-sini, gua yang penuh cahaya, hadirin yang berpakaian elok, harum dan berkosmetik lengkap. Banyak umat lebih kecewa kalau pada malam Natal koornya sumbang atau lampunya mati daripada kalau belum sempat membersihkan dosa. Banyak yang di dalam ibadat sibuk membandingkan baju baru, daripada mencurahkan perhatian pada bacaan Kitab Suci. Hanya beberapa yang mengajak anak dan dirinya ingat, bahwa di malam Natal mereka mesti menyumbang bagi rakyat terlantar. Dalam suasana seperti itu, kosmetik dan pernik-pernik jauh lebih penting daripada mistik Natal. Dengan iklim seperti itu, tidak usah heran kalau rakyat jelata yang miskin sulit mengambil bagian dalam pesta Natalan, selain sebagai pengumpul pakaian/makanan bekas. Ironisnya, banyak kelompok kristiani yang merasa sudah berbuat banyak dengan mengadakan Aksi Natal berupa kunjungan ke yatim piatu, membagikan bingkisan kepada gelandangan, namun masih tetap membiarkan orang, yatim piatu serta gelandangan itu di luar pintu: belum menjadi salah satu saudaranya. Padahal suasana itu terus menerus diperhebat dengan didirikannya gedung-gedung gereja yang semakin bagus dan semakin gemerlap lantainya, sehingga menakutkan orang miskin untuk bergabung. Gereja semakin tidak asing bagi Kaum Miskin. Dengan demikian tidak mau dicela Aksi Natal manapun: tetapi ada pertanyaan besar tersisa untuk dijawab: “Natal itu penting karena pernak-pernik kosmetik dan bingkainya ataukah karena mistiknya?”

Mistik Natal
Setiap agama memiliki secercah mistik: gema misteri Allah yang mahakuasa dalam jejak-jejak manusiawi. Begitu pula umat kristiani. Pada awal mula mereka itu adalah sekelompok rakyat jelata yang sederhana. Memang ada di antara mereka yang pandai seperti Paulus dan Lukas; tetapi kebanyakan nelayan dan buruh pertanian/ peternakan seperti Simon, Yakobus dan Yohanes. Mereka yakin bahwa dalam Guru mereka, Yesus, berpadulah Yang Ilahi dengan Yang Ihsani. Kebangkitan Yesus dari mati menjadi titik apinya. Tetapi semua itu sulit dipahami rakyat jelata. Maka mereka memakai cara sederhana dalam Kisah Masa Kanak-Kanak Yesus. Kepercayaan akan persatuan Yang Ilahi dan Insani dalam Yesus itu tampil secara jelas dalam Kisah Kelahiran Yesus: unsur ilahi (malaikat, bintang pembimbing) dan unsur insani (gembala, kandang, kemiskinan) sangat menonjol. Isi mistiknya: Yang Mahagung sudi menjadi manusia nestapa untuk berkomunikasi dengan manusia secara manusiawi.
Di Perancis muncul kebiasaan lain: menggambarkan lingkungan ekologis orang beriman dengan pohon cemara, yang pada bulan Desember memang penuh salju. Pohon Natal tertua ditemukan di Strasbourg dari 1605. isi mistiknya: pohon ini mau mengingatkan orang akan pohon firdaus pembawa dosa yang ditebus oleh Yesus. Sayang bahwa gua dan pohon natal sekarang dipenuhi dengan hiasan-hiasan plastik dan lampu warna-warni yang menjauhkan orang dari makna mistiknya karena menipiskan ajakan untuk mengingat dosa, kemiskinan dan derita yang masih menyelimuti dunia. Wajah sejati Natal dirusak kosmetiknya: Orang lebih bergegas mengirim SMS dan kartu. Natal, membeli gua atau memasang pohon natal serta melatih koor natal daripada membersihkan batin. Dengan gaya merayakan Natal semacam itu Gereja terlumpuhkan untuk menjangkau bagian masyarakat yang semula justru menjadi alamat pertama Kabar Gembira (Injil) Kelahiran Yesus, yaitu gembala, rakyat gembel dan lapisan masyarakat termiskin. Maka kosmetik Natal tidak hanya memalsukan mistik Bukan hanya pada lapisan kesadaran pribadi orang, melainkan juga membangun struktur pergaulan, dan pola kegiatan jemaat yang membuat orang kristiani terasing dari lautan orang kebanyakan. Ironisnya, ada orang yang sepanjang tahun jauh dari Gereja, tetapi kembali ke Gereja di Hari Natal, malah karena suasana syahdu Natal. Orang tertarik (kembali) pada Gereja karena kosmetiknya.

Natal Itu Pesta
Memang Natal tetap pesta. Layaklah orang mengungkapkan kegembiraan. Iman memang karunia yang pantas disyukuri secara teraba dan terasa. Maka pestanya Juga dapat dirasakan oleh indera. Tetapi pesta tidak senantiasa harus identik dengan makan dan minum berlimpah serta berdandan mewah, apalagi berdandan dengan kosmetik berlebihan. Kita sering terkesan pada pesta kenangan perkawinan yang dirayakan dengan sekali lagi pergi ke warung, tempat Tono dan Tini itu dulu bertemu pertama kali: kalau bisa malah dengan pakaian yang sama bututnya dengan kali pertama itu, dengan kosmetik sederhana yang sama dengan dulu. Sebab yang penting mistiknya; kosmetik secukupnya saja dan tidak sembarangan. Bisa amat murah. Sayangnya dunia sudah lama berbau konsumeristik mendewa-dewakan konsumsi. Umat Kritiani sering ikut arus: pesta Natal dengan mendewa-dewakan konsumsi. Kosmetik Natal menutupi mistiknya. Mendapatkan suasana, dan memakai kosmetik itu baik. Juga untuk natalan. Tetapi suasana yang pantas diciptakan adalah suasana prihatin karena sekian puluh persen manusia masih menderita. Derita itu kerap merupakan lukisan dosa yang ditebus Yesus sejak kelahiran-Nya. Sudah waktunya salah kaprah seputar Natal diakhiri: mengembalikan wajah sejati Natal sebagai pesta bahwa Tuhan rela hadir dalam kehinaan manusia tanpa kehilangan keagungan-Nya; justru dalam yang sederhana itu Tuhan menunjukkan cinta-Nya kepada manusia yang papa. Itu mistiknya. Wajah Natal senantiasa merupakan pergulatan antara mistik dan kosmetik.
Seluruh umat beragama perlu mewaspadai godaan serupa. Tetap mempertahankan mistik iman dan tidak jatuh dalam godaan kosmetik: mempertahankan inti iman dan tidak mengandalkan kulit agama.
by Mabes TNI AL. Selengkapnya...

SENGKETA PERBATASAN ANTAR NEGARA DI KAWASAN ASIA PASIFIC

TAK dapat disangkal, salah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar negara adalah masalah perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini, terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara tetangga.

Bila dicermati, banyak negara-negara di Asia Pasific juga menghadapi masalah yang sama. Anggapan bahwa situasi regional sekitar Indonesia dalam tiga dekade ke depan tetap aman dan damai, mungkin ada benarnya, namun di balik itu sebenarnya bertaburan benih konflik, yang dapat berkembang menjadi persengketaan terbuka. Faktor-faktor yang dapat menyulut persengketaan antar negara dimaksud antara lain:

a. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral dan ).

b. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.

c. Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga.

Dengan melihat berbagai faktor di atas, beberapa pengamat politik menyimpulkan bahwa, selain kawa-san Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara, memiliki potensi konflik yang cukup tinggi, dan hal itu tentu berdampak bagi Indonesia.

Potensi konflik antar negara di sekitar Indonesia (kawasan Asia Pasific) sesungguhnya sangat bervariasi. baik sifat, karakter maupun intensitasnya. Namun memperhatikan beberapa konflik terbatas dan berinsentitas rendah yang terjadi selama ini, terdapat beberapa hal yang dapat memicu terjadi-nya konflik terbuka berintensitas tinggi yang dapat berkembang menjadi konflik regional bahkan inter-nasional. Faktor potensial yang dapat menyulut per-sengketaan terbuka itu antara lain:

a. Implikasi dari internasionalisasi konflik internal di satu negara yang dapat menyeret negara lain ikut dalam persengketaan.

b. Pertarungan antar elite di suatu negara yang karena berbagai faktor merambat ke luar negeri.

c. Meningkatnya persaingan antara negara-negara maju dalam membangun pengaruh di kawa-san ini. Konfliknya bisa berwujud persengketaan antar sesama negara maju, atau salah negara maju dengan salah satu negara yang ada di kawasan ini. Meski masih bersifat samar-samar, namun indikasinya dapat dilihat pada ketidaksukaan Jepang terhadap RRC dalam soal penggelaran militer di perairan Laut Cina Selatan yang dianggap menggangu kepentingan nasional Jepang. Sedangkan dalam konteks Indonesia, ASEAN, dan negara-negara maju, gejala serupa yang dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan (conflict of interesf) juga tercermin pada penolakan Amerika Serikat terhadap usul Indonesia dan Malaysia mengenai pembentukan "Kawasan Bebas Nuklir Asia Tenggara" (South East Asia Nuclear Free Zone) beberapa tahun lampau.

d. Eskalasi konflik laten atau konflik intensitas rendah (low intensity) antar negara yang berkem-bang melampaui ambang batas toleransi keamanan regional sehingga menyeret pihak ketiga terlibat didalamnya. Ini biasanya, bermula dan "dispute territorial" antar negara terutama mengenai garis batas perbatasan antar negara.


Sengketa Perbatasan

Hingga saat ini banyak negara menghadap persoalan perbatasan dengan tetangganya yang belum terselesaikan lewat perundingan. Bahkan kebiasaan menunda penyelesaian masalah justru menambah rumit persoalan. Beberapa persoalan perbatasan dan "dispute territorial" yang cukup mengusik harmonisasi antar negara maupun ke-amanan kawasan, antara lain;

a. Sengketa Indonesia dan Malaysia mengenai garis perbatasan di perairan laut Sulawesi menyusul perubahan status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, dan garis perbatasan di pulau Kalimantan (salah satunya mengenai blok Ambalat);

b. Perbedaan pendapat dan kepentingan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste di perairan Celah Timor;

c. Konflik historis antara Malaysia dan Filipina mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur;

d. Konflik antara Malaysia dan Singapura tentang pemilikan Pulau Batu Putih (Pedra Branca) di Selat Johor;

e. Ketegangan sosial politik laten Malaysia dan Thailand di wilayah perbatasan;

f. Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;

g. Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Vietnam mengenai batas wilayah di perairan lepas pantai dari masing-masing negara;

h. Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;

Ketegangan antara Myanmar dan Cina mengenai batas wilayah kedua negara;

j. Sengketa Myanmar dan Thailand, mengenai perbatasan ke dua negara;

k. Sengketa berlaRut antara Cina dengan India mengenai perbatasan kedua negara;

l. Konflik antara Vietnam dan Kamboja di wilayah perbatasan kedua negara;

m. Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel;

n. Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan;

o. Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly;

p. Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai);

q. Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang;

r. Konflik antara Cina dengan Korea Selatan mengenai batas wilayah perairan teritorial;

s. Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan;

t. Sengketa antara Cina dengan Taiwan sehubungan rencana reunifikasi seluruh wilayah Cina oleh RRC;

u. Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir.

Memperhatikan anatomi persengketaan di atas, maka tampak sebagian besar terjadi pada garis per-batasan di perairan laut.

Indonesia dan Kepentingan Internasional

Indonesia tentu patut mewaspadai perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama di ka-wasan Asia Pasific. Sebab konsekuensi letak geo-grafis Indonesia dipersilangan jalur lalulintas internasional, maka setiap pergolakan berapa pun kadar intensitas pasti berpengaruh terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama minyak beberapa negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari Timur Tengah dan Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya, sekitar 70% pelayarannya melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat wajar bila berbagai negara berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini, termasuk di perairan nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar, Selat Ombai Wetar, dan lain-lain.

Pasukan Beladiri Jepang secara berkala dan teratur mengadakan latihan operasi jarak jauh untuk mengamankan area yang mereka sebut sebagai "life line," yakni, radius sejauh 1000 mil laut hingga menjangkau perairan Asia Tenggara. Hal yang sama juga dilakukan Cina, Australia, India, termasuk mengantisipasi kemungkinan terjadi penutupan jalur-jalur vital tersebut oleh negara-negara di sekitarnya (termasuk Indonesia.)

Keberadaan Indonesia dipersilangan jalur pelayaran strategis, memang selain membawa keberuntungan juga mengandung ancaman. Sebab pasti dilirik banyak negara. Karena itu sangat beralasan bila beberapa negara memperhatikan dengan cermat setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Australia misalnya, sangat kuatir bila Indonesia mengembangkan kekuatan angkatan laut, yang pada gilirannya dapat memperketat pengendalian efektif semua jalur pelayaran di perairan nusantara.

Patut diingat, penetapan sepihak selat Sunda dan selat Lombok sebagai perairan internasional oleh Indonesia secara bersama-sama ditolak oleh Ameri-ka Serikat, Australia, Canada, Jerman, Jepang, Ing-gris dan Selandia Baru. Tentu apabila dua selat ini menjadi perairan teritorial Indonesia, maka semua negara yang melintas di wilayah perairan ini harus tunduk kepada hukum nasional Indonesia, tanpa mengabaikan kepentingan internasional.

Hal yang patut dicermati adalah kenyataan bahwa wilayah Indonesia yang saat ini terbelit konflik sosial berkepanjangan (manifes maupun latent) umumnya adalah daerah yang berada dijalur pelayaran internasional, seperti, Bali, Lombok, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Riau, Aceh, Papua dan lain-lain. Kenyataan ini patut diwaspadai karena tak tertutup kemungkinan adanya pihak luar yang bermain di dalam konflik yang terjadi di beberapa daerah ini. Selain itu sebab jika Indonesia gagal mengatasinya, dan konflik yang terjadi berkembang menjadi ancaman bagi keselamatan pelayaran internasional, maka berdasarkan keten-tuan internasional, negara asing diperbolehkan menu-runkan satuan militernya di wilayah itu demi menjaga kepentingan dunia.

Dalam rangka pengamanan jalur-jalur strategis tersebut, sejumlah negara maju secara bersama-sama telah membentuk satuan reaksi cepat yang disebut "Stand By High Readness Brigade" (SHIRBRIG) berkekuatan 4000 personil yang selalu siap digerakkan ke suatu target sebagai "muscular peace keeping force."

Indonesia dan Asean

Selain terkait dengan kepentingan internasional (baca: negara-negara maju), Indonesia sebenarnya menghadapi beberapa persoalan latent dengan sesama negara anggota Asean. Penyebabnya selain karena perbedaan kepentingan masing negara yang tak dapat dipertemukan, juga karena berbagai sebab lain yang muncul sebagai akibat dinamika sosial politik dimasing-masing negara. Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina, mungkin saja bisa bekerjasama dalam mengatasi persoalan aksi terorisme di kawa-san ini. Namun, sikap masing-masing negara tentu akan berbeda dalam soal tenaga kerja illegal, illegal loging, pelanggaran batas wilayah dalam penangkapan ikan, dan sebagainya.

Hal yang sama juga bisa terjadi dengan Singa-pura dalam soal pemberantasan korupsi, penyelundupan dan pencucian uang. Sedangkan dengan Ti-mor Leste masalah pelanggaran hak asasi manusia dimasa lampau dan lalulintas perbatasan kerap masih jadi ganjalan bagi harmonisasi hubungan kedua negara.

Mengenai pengendalian pelayaran di kawasan Asia Tenggara, hingga kini Singapura tetap keras menolak usulan Indonesia untuk mengalihkan seba-gian lalu lintas pelayaran kapal berukuran besar dari Selat Malaka ke Selat Lombok/Selat Makasar. Padahal jalur pelayaran di selat ini tidak hanya diper-gunakan untuk armada niaga tetapi juga bagi kapal perang. Dan Indonesia tentu ikut terganggu bila ka-pal-kapal perang dari dua negara yang sedang bertikai berpapasan di perairan Indonesia.

Dalam satu dekade terakhir tampak adanya upaya beberapa negara Asean telah melipatgandakan kekuatan militernya. Terutama Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Dari beberapa data tampak bahwa dalam aspek persenjataan, Thailand menunjukkan peningkatan yang signifikan diantara negara-negara di Asia Teng-gara. Untuk memperkuat angkatan laut, misalnya negara gajah putih ini telah memiliki kapal perang canggih, dan siap beroperasi hingga sejauh di atas 200-300 mil demi mengamankan kepentingan negaranya. Tentu, termasuk menjaga keselamatan nelayan Thailand yang banyak beroperasi di perairan teritorial Indonesia.

Malaysia juga tak ketinggalan menambah armada perangnya. Angkatan Tentara Laut Diraja Malaysia, setidaknya dengan memiliki beberapa freegat dan korvet baru. Dengan penambahan kekuatan, kedua negara tersebut sangat berpeluang jadi mitra negara-negara maju demi mengimbangi Indonesia dalam soal pengamanan kawasan Asia Tenggara.

Dengan berbagai perkembangan itu, maka tantangan Indonesia dalam aspek pertahanan dan keamanan negara jadi berat. Indonesia selain dituntut mampu mempertahankan keamanan dalam negerinya, juga mesti dapat memainkan peran yang berarti demi terpeliharanya keamanan regional di Kawasan Asia Pasific. Padahal disisi lain, kekuatan elemen pertahanan dan keamanan Indonesia tidak dalam kondisi prima. Baik dari aspek kemampuan sumber daya manusianya maupun dari segi kesiapan materil dan dukungan finansial. Inilah kondisi dilematis yang dihadapi Indonesia dewasa ini yang patut segera dicari jalan keluarnya. ©
Paulus Londo (Pengamat Sosial Politik)
Selengkapnya...

Masalah Perbatasan

Perbatasan negara adalah wujud dimana suatu Negara dapat dilihat kedaulatannya. Perbatasan Negara mempunyai benyak peranan penting dalam kehidupan bangsa. Misalnya dapat digunakan untuk memanfaatkan SDA (Sumber Daya Alam), menjaga keamanan, dan juga dapat digunakan sebagai perwujudan keutuhan wilayah sebuah Negara.
Ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk menentukan batas Negara, misalnya proses histories atau sejarah Negara itu, penentuan melalui bidang politik, dan juga penentuan dengan hukum nasional ataupun hukum internasional. Pada konstitusi dalam suatu Negara biasanya juga sering dicantumkan penentuan batas wilayah.
Negara Indonesia dalam hal ini juga berbatasan langsung dengan beberapa Negara. Dengan posisi Indonesia sebagai Negara yang berbatasan langsung baik darat ataupun laut dengan Negara lain inilah yang menyebabkan Negara Indonesia mempunyai karakteristik perbatasan yang rawan sengketa dengan Negara tetangga.
Banyak sengketa ataupun masalah-masalah perbatasan Negara Indonesia yang sampai saat ini belum terselesaikan. Sengketa ataupun permasalahan tersebut antara lain, masalah perbatasan antara Pulau Rondo yang berbatasan dengan India, masalah perbatasan antara Pulau Berhala, dan Sebatik dengan Malaysia, masalah perbatasan antara Pulau Sekatung dengan Vietnam, masalah perbatasan antara Pulau Miangas dengan Philipina, dan masalah perbatasan antara Pulau Batek dengan Timor Leste.
Hal-hal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut ada berbagai macam. Misalnya pendekatan secara diplomasi, yaitu bagaimana upaya kita dalam memperjuangkan kepentingan nasional dengan pihak negara lain. Cara lainnya yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan dan pengamanan yang kuat.
Sehingga untuk menegakkan kedaulatan dan menjaga keutuhan wilayah NKRI, maka batas Negara Indonesia perlu segera diselesaikan semua sengketa ataupun permasalan-permasalahan perbatasan melalui proses- proses tersebut. Baik proses diplomasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan dan pengamanan yang kuat.

Sumber :
http://www.mimbar-opini.com
Depkimpraswil,2002, Strategi dan Konsepsi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara. Jakarta.
http://buletinlitbang.dephan.go.id
Selengkapnya...